Aqiqah Bandung – Kehadiran seorang anak merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh Sebagian besar pasangan yang sudah menikah. Mereka tentunya sangat ingin dikaruniai momongan untuk melengkapi keluarga kecilnya.
Akan tetapi, keinginan tersebut terkadang tidak diiringi dengan kesiapan mental untuk mengasuhnya. Bahkan, beberapa pasangan muda merasa kewalahan untuk merawat anak dan menyeimbangkan kehidupan pribadinya. Apalagi, jika kedua pasangan tersebut sama-sama aktif dalam berkarir. Ada waktunya mereka merasa kurang mampu membagi antara waktu mencari nafkah dan merawat sang buah hati. Hingga akhirnya, peran mereka sebagai orang tua menjadi tidak maksimal.
Oleh sebab itu, tak jarang pasangan yang lebih memilih untuk menitipkan anaknya kepada orang tua maupun mertua. Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini? Simak penjelasan berikut!
Hukum Menitipkan Anak Kepada Orang Tua
Mengutip dari pendapat Buya Yahya, dalam ceramahnya di channel YouTube Al-Bahjah TV, beliau mengatakan bahwa seseorang yang sudah menikah sebaiknya tidak menitipkan anaknya kepada orang tua ataupun mertua. Meskipun tidak ada dalil khusus yang melarangnya, namun hal ini tetap dianjurkan untuk tidak dilakukan.
Buya Yahya menganjutkan setiap pasangan untuk tidak lagi merepotkan orang tua dengan menitipkan anak kepada mereka. Terlebih lagi apabila usia orang tua telah memasuki masa senja.
“Ibumu sudah repot denganmu, jangan kau repotkan ibumu dengan anakmu,” ungkap Buya Yahya dalam ceramahnya.
Berbicara terkait merawat anak, sebetulnya Al-Quran telah menjelaskan perkara ini secara detail. Dalam surat Al-Anfaal ayat 27-28, Allah SWT mengatakan bahwa seseorang yang merawat anaknya dengan senang hati akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar dari Allah SWT.
Dalam buku Jadilah Istri Penghuni Surga: Dunia dan Akhirat yang disusun oleh Suroso (2016), juga dijelaskan bahwa orang tua yang berhasil merawat anaknya dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa doa juga telah berhasil menjaga amanah yang dititipkan oleh Allah SWT. Kedekatan orang tua dengan anak-anaknya, juga dapat menjamin kelangsungan hidup anak yang lebih baik.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul. Janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan, ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya, di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 27-28)
Perkara Pengasuhan Anak di Mata Hukum Indonesia
Dalam hukum Indonesia, kewajiban merawat anak pun dibebankan kepada orang tua. Perkara ini sudah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang tersebut mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Orang tua juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memantau tumbuh kembang anak sesuai kemampuan dan usianya.
Di samping itu, orang tua wajib mencegah terjadinya perkawinan dini dan memberikan pendidikan karakter yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan nilai budi pekerti pada anak sedini mungkin.
Jika orang tua tidak ada, baik itu karena wafat atau karena factor lain, maka hak asuh akan berpindah ke keluarganya. Bisa saja dialihkan ke nenek atau kakeknya, om atau tantenya dan anggota keluarga lainnya.
Ilustrasi anak yang diasuh orang tua. Foto: Getty Image/Edwin Tan
Penulis: Elis Parwati