Perihal Aqiqah, Kambing Jantan Atau Betina

PERIHAL AQIQAH, KAMBING JANTAN ATAU BETINA

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah

Pertanyaan.
Bolehkah berkurban atau aqiqah dengan kambing betina yang sedang hamil?
08522913XXXX

Kalau anak pria lahir, kambing aqiqahnya berapa? Jantan atau betina? Dan kalau tidak bisa bagaimana? Apakah bisa ditunda dulu? Apa harus pada hari ke-7? Mohon penjelasan.
Ismail, Kolaka, Sultra, 081524203xxxx

Jawaban.

Persoalan yang disampaikan oleh dua penanya ini, kami gabungkan jawabannya, sebagai berikut :
Aqiqah disyariatkan dalam Islam, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al Hasan dan Al Hushain. Namun para ulama berselisih perihal hukumnya. Sebagian ada yang mewajibkan dan secara umum dikuasai mereka mensunnahkannya.

Imam Ahmad berkata: Al aqiqah merupakan Sunnah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan aqiqah untuk Al Hasan dan Al Hushain. Para teman Beliau juga melakukannya. Dan dari Samurah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهِنُ بِعَقِيْقَتِهِ

“Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya” [HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa-i].

Sehingga tidak patut, jikalau seorang bapak tidak melaksanakan aqiqah untuk anaknya. [1]

Aqiqah disyariatkan pada orang bau tanah sebagai wujud syukur kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, serta berharap keselamatan dan barakah pada anak yang lahir tersebut [2]. Waktu pelaksanaanya, disunnahkan pada hari ketujuh. Jika tidak dapat, maka pada hari keempat belas. Bila tidak, maka pada hari kedua puluh satu. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْاَهِنُ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ

“Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh”. [HR Ibnu Majah, Abu Dawud dan At Tirmidzi, dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, 2563].[3]

العَقِيْقَةُ تُذْبَحُ لِسَبْعٍ أَوْ لأَرْبَعَ عَشَرَةَ أَوْ لإِحْدَ وَ عِشْرِيْنَ

“Aqiqah disembelih pada hari ketujuh atau empat belas atau dua puluh satu”. [HR Al Baihaqi, dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, 4132].

Ada sebagian ulama, di antaranya Syaikh Shalih Fauzan yang beropini bolehnya melaksanakan aqiqah selain waktu di atas tanpa batas. Namun, mereka sepakat, bahwa yang utama pada hari ke tujuh. Sehingga, berdasarkan pendapat ini, maka orang bau tanah yang belum bisa pada waktu-waktu tersebut sanggup menundanya manakala sudah mampu.

Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: Para ulama menyatakan, jikalau tidak memungkinkan pada hari ketujuh, maka pada hari keempat belas. Jika mustahil juga, maka pada hari kedua puluh satu. Dan bila mustahil juga, maka kapan saja. inilah aqiqah. [4]

Sedangkan yang berkaitan dengan ketentuan jumlah kambingnya, untuk bayi pria dua kambing dan bayi perempuan satu kambing. Ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka aqiqah untuk anak pria dua kambing, dan anak perempuan satu kambing”. [HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah].

Ketentuan kambingnya disini tidak dijelaskan jenisnya, harus jantan atau boleh juga betina. Namun para ulama menyatakan, bahwa kambing aqiqah sama dengan kambing kurban dalam usia, jenis dan bebas dari malu dan cacat. Akan tetapi mereka tidak merinci perihal disyaratkan jantan atau betina.

Oleh alasannya itu, kata syah (شَاةٌ ) dalam hadits di atas, berdasarkan bahasa Arab dan istilah syari’at meliputi kambing atau domba, baik jantan maupun betina. Tidak ada satu hadits atau atsar yang mensyaratkan jantan dalam binatang kurban. Pengertian syah (شَاةٌ) dikembalikan kepada pengertian syariat dan bahasa Arab.[5]

Dengan demikian, maka sah bila seseorang menyembelih kambing betina dalam kurban dan aqiqah, walaupun yang utama dan dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni kambing jantan yang bertanduk. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

________

Footnote
[1]. Perkataan Imam Ahmad ini kami nukil dari Al Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Fauzan (3/194).
[2]. Al Muntaqa Min Fatawa Syaikh Al Fauzan (3/194).
[3]. Al Wajiz Fi Fiqhi As Sunnah Wal Kitab Al Aziz, Abdul ‘Azhim Badawi, hlm. 405.
[4]. Al Muntaqa Min Fatawa (3/193).
[5]. Tentang hal ini, lihat keterangan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarah Nadzmu Waraqat, hlm. 89-90.

Sumber: https://almanhaj.or.id/857-perihal-aqiqah-kambing-jantan-atau-betina.html